Sabtu, 04 Juni 2011
Kumpulan Teori Belajar
TEORI BELAJAR GAGNE
Pengertian Teori Belajar Gagne
Robert M. Gagne adalah seorang ahli psikologi pendidikan yang telah mengembangkan suatu pendekatan perilaku yang ektik-ektik mengenai psikologi belajar. Penampilan-penampilan yang dapat diamati sebagai hasil belajar oleh gagne disebut kemampuan-kemampuan. Hasil-hasil belajar dapat berupa keterlampilan-keterlampilan intlektual yang memungkinkan kita berinteraksi dengan lingkungan melalui penggunaan simbol-simbol atau gagasan-gagasan, strategi-strategikognitif yang merupakan proses-proses kontrol yang dikelompokkan sesuai dengan fungsinya, meliputi strategi-strategi menghafal, strategi-strategi elaborasi, strategi-strategi pengaturan, strategi-strategi metakognitif, strategi-strategi afektif. Hasil-hasil belajar yang lain ialah informasi ferbal, sikap-sikap dan ketrampilan-ketrampilan motorik.
Gagne terkenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne pelopor dalam instruksi pembelajaran yang dipraktekkannya dalam training pilot AU Amerika. Ia kemudian mengembangkan konsep terpakai dari teori instruksionalnya untuk mendisain pelatihan berbasis komputer dan belajar berbasis multi media. Teori Gagne banyak dipakai untuk mendisain software instruksional.
Langkah-Langkah Dalam Teori Belajar Gagne
Didasarkan atas model pemprosesan-imformasi. Gagne mengemukakan, bahwa satu tindakan belajar meliputi delapan fase belajar yang merupakan kejadian-kejadian eksternal yang dapat distrukturkan oleh siswa atau guru, dan setiap fase ini dipasangkan dengan suatu proses internal yang terjadi dalam pikiran siswa.
Didasarkan atas analisis kejadian-kaejadian belajar, Gagne menyarankan agar guru memperhatikan delapan kejadian-kejadian intruksi waktu menyajikan suatu pelajaran pada sekelompok siswa. Adapun kejadian-kejadian intruksionalnya antara lain:
1. Mengaktifkan motifasi
2. Memberi tahu tujuan-tujuan belajar
3. Mengarahkan perhatian
4. Merangsang ingatan
5. Meyediakan bimbingan
6. Melancarkan retensi
7. Melancarkan transfer belajar
8. Memperlihatkan penampilan memberikan umpan balik
Langkah pertama dalam suatu pelajaran adalah mengaktifkan motivasi dengan cara memoivasi para siswa untuk belajar, dengan memberitahu mereka tentang mengapa mereka belajar, apa yang mereka pelajari, dan pa yang akan mereka pelajari. Misalnya guru membangkitkan perhatian siswa dalam belajar, dengan memberi tahu mereka bahwa nantinya informasi ini akan mereka perlukan di masa yang akan datang.
Kemudian langkah kedua memberitahukan tujua-tujuan belajar, yang dapat menolong memusatkan perhatian para siswa terhadap aspek-aspek yang relevan tentang pelajaran. Tujuan-tujuan ini terdiri dari tujuan instruksional khusus yang disusun oleh guru sebelum mengajar.
Gagne mengemukakan dua bentuk perhatian. Yang satu berfungsi untuk membuat siswa siap menerima stimulus-stimulus. Yang kedua siswa dapat memilih informasi yang mana yang akan diteruskan kememori jangka pendek. Dimana hal ini dapat dilakukan dengan cara guru menunjukkan sesuatu yang harus diperhatikan para siswa, misalnya dalam menuliskan rumus-rumus kimia.
Menurut Gagne guru dapat menolong siswa dalam mengingat atau mengeluarkan pengetahuan yang disimpan dalam memori jangka pamjang dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada siswa, yang merupakan suatu cara pengulangan.
Untuk memperlancar masuknya informasi ke memori jangka panjang diperlukan bimbingan langsung dalam pemberian kode pada informasi untuk mempelajari informasi verbal, bimbingan itu dapat diberikan dengan cara mengaitkan informasi baru pada pengalaman siswa.
Hierarki Belajar Gagne
Apa itu Hirarki Belajar? Para guru matematika, fisika, kimia, bahasa inggris ataupun mata pelajaran lainnya tentunya sudah mengalami sendiri bahwa satu Standar Kompetensi diajarkan mandahului Standar Kompetensi lainnya, dan satu Kompetensi Dasar diajarkan mandahului Kompetensi Dasar lainnya. Pada dasarnya, pengetahuan yang lebih sederhana harus dikuasai para siswa terlebih dahulu dengan baik agar ia dapat dengan mudah mempelajari pengetahuan yang lebih rumit. Pertanyaan yang sering muncul adalah mengapa suatu Standar Kompetensi harus diajarkan mendahului Standar Kompetensi lainnya? Atas dasar apa penentuan itu? Apakah hanya didasarkan pada kata hati para guru dan pakar saja?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Gagne memberikan alasan pemecahan dan pengurutan materi pembelajaran dengan selalu menanyakan pertanyaan ini: “Pengetahuan apa yang lebih dahulu harus dikuasai siswa agar ia berhasil mempelajari suatu pengetahuan tertentu?”. Setelah mendapat jawabanya, ia harus bertanya lagi seperti pertanyaan yang di atas tadi untuk mendapatkan prasarat yang harus dikuasai dan dipelajari siswa sebelum ia mempelajari pengetahuan tersebut. Begitu seterusnya sampai didapatkan urut-urutan pengetahuan dari yang paling sederhana sampai yang paling kompleks.
Dengan cara seperti itulah kita akan mendapatkan hirarki belajar. Apa yang dipaparkan di atas dapat diperjelas dengan tulisan Resnick dan Ford berikut ini: “A” hierarchy is generated by considering the target task and asking: “ What would (this child) have to know and how to do in order to perform thisk task…?” Karena itu, hirarki belajar menurut Gagne harus disusun dari atas ke bawah atau top down. Dimulai dengan menempatkan kemampuan, pengetahuan, ataupun keterampilan yang menjadi salah satu tujuan dalam proses pembelajaran di puncak dari hirarki belajar tersebut, diikuti kemampuan, ketrampilan, atau pengetahuan prasyarat (prerequisite) yang harus mereka kuasai lebih dahulu agar mereka berhasil mempelajari ketrampilan atau pengetahuan di atasnya itu. Hirarki belajar dari Gagne memungkinkan juga prasyarat yang berbeda untuk kemampuan yang berbeda pula.
Gagne disebut sebagai Modern Neobehaviouris mendorong guru untuk merencanakan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Ketrampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hirarki ketrampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Praktiknya gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respon..
Ketrampilan intelektual memungkinkan seseorang berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan Simbol-simbol atau gagasan-gagasan. Belajar ketrampilan ini sudah dimulai sejak tingkat pertama sekolah dasar dan dilanjutkan dengan perhatian dan kemampuan intelektual seseorang. Selama bersekolah, banyak ketrampilan-ketrampilan intelektual ini, untuk bidang studi apapun, dapat digolongkan berdasarkan kompleksitasnya.
Belajar mempengaruhi perkembengan intelektual seseorang .Untuk memecahkan masalah, siswa memerlukan aturan-aturan tingkat tinggi yaitu aturan-aturan yang kompleks. Demikian pula diperlukan aturan-aturan dan konsep-konsep terdefenisi. Untuk memperoleh aturan –aturan ini, siswa sudah harus belajar beberapa konsep konkret, dan untuk belajar konsep-konsep konkret ini, siswa harus menguasai diskriminasi-diskriminasi.
Gagne menyebutkan adanya tahap-tahap perkembangan intelektual seseorang dalam kaitannya dengan belajar. Tahap-tahap tersebut bersusun secara hirarkis, dimulai dari tahap yang paling mudah sampai kepada tahap yang paling sulit, dari tahap belajar signal sampai kepada tahap belajar memecahkan masalah. Konsep belajar bertahap secara hierarki ini secara tidak langsung merupakan reduksi dari hubungan mekanisme S-R yang lalu, namun di sini sudah lebih kompleks unsur-unsurnya.
Tahapan-tahapan tersebut yang disebut juga dengan Conditions of learning atau juga hirarki belajar Gagne adalah sebagai berikut :
1. Belajar Tanda (Signal Learning)
Kategori ini dapat dengan respon bersyarat. Dengan perangsang alamiah akan mendapatkan respon atau reaksi yang alamiah juga. Sementara respon alamiah tersebut kemudian dihubungkan dengan respon yang lain yang secara spontan tidak menimbulkan reaksi alamiah. Karena terjadi asosiasi rangsang alamiah dengan rangsang yang lain maka sampai beberapa kali, sehingga akan menimbulkan reaksai yang hampir sama dengan reaksi alamiah.
2. Belajar stimulus-respon (Stimulus Response-Learning)
Unsur pokok dalam belajar ini adalah penguatan. Dalam pola dibentuk hubungan antara stimulus dengan respon berdasarkan pada efek pemberian stimulus tertentu. Dalam proses belajar ini lebih ditekankan pada pembenaran/penguatan pada respon yang benar. Setiap ada respon yang mendekati kebenaran selalu diberikan penguatan.
3. Belajar jalinan psikomotor (Chaining Learning)
Dalam belajar ini terdapat sejumlah langkah sebagai rangkaian mata rantai dalam keseluruhan gerakan yang dilakukan secara berurutan. Pembelajar harus dapat melakukan gerakan terlebih dahulu sebelum melakukan keseluruhan gerakan.
4. Belajar jalinan verbal (Verbal Association)
Dalam belajar ini pembelajar memberikan atau menghuungkan kata dengan suatu obyek yang berupa benda, orang atau kejadian dan merangkaikan sejumlah kata dengan urutan yang tepat.
5. Belajar perbedaan jamak (Discrimination Learning)
Belajar ini menghasilakan kemampuan untuk membedakan objek yang berada di lingkungan fisik. Kemampuan ini diperoleh dengan melakukan pengamatan terhadap objek tersebut. Hasil dari pengamatan tersebut dinamakan dengan persepsi.
6. Belajar konsep (Concept Learning)
Konsep dapat dilambangkan dengan suatu suku kata yang mewakili pengertian tertentu. Belajar konsep merupakan tipe belajar yang memungkinkan pembelajar mengidentifikasi objek tertentu berdasarkan pada gambaran yang telah diinternalisasi. Gagne membedakan konsep menjadi 2 yaitu konsep kongkrit yang didasarkan pada karakteristik objek yang diamati dan konsep definisi yang didasarkan pada definisi Verbal.
7. Belajar kaidah (Rule Learning)
Kaidah merupakan jalinan antara 2 konsep atau lebih. Penggabungan 2 konsep ini akan membentuk pemahaman baru terhadap suatu objek yang berkaitan.
8. Pemecahan masalah (Problem Solving)
Belajar ini menghasilkan prinsip yang dapat memecahkan masalah. Proses pemecahan masalah dilakukan dengan cara menghubung-hubungkan beberapa kaidah menjadi suatu kaidah yang lebih tinggi, dalam hal ini seringkali dilahirkan sebagai hasil berpikir pada waktu pembelajaran menghadapi masalah yang baru.
Mengatur untuk Tetap Membentuk Pengetahuan
Retensi atau bertahannya materi yang dipelajari dapat diusahakan oleh guru dan para siswa itu sendiri dengan cara banyak mengulangi pelajaran itu. Cara lain ialah dengan memberikan banyak contoh-contoh. Sehingga dengan banyak pengulangan dan mengerjakan banyak contoh-contoh kemungkinan siswa untuk terus ingat akan besar.
Tujuan transfer belajar ialah menerapkan apa yang telah dipelajari pada situasi baru. Ini berarti bahwa apa yang telah dipelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui tugas pemecahan masalah dan diskusi kelompok guru dapat membantu taransfer belajar. Untuk dapat melaksanakan ini para siswa tentu diharapkan telah menguasai fakta-fakta, konsep-konsep dan keterlampilan-keterlampilan yang dibutuhkan.
Berhasil atau Tidaknya Pembelajaran
Hasil belajar perlu diperhatikan melalui suatu cara, agar guru dan siswa mengetahui apakah tujuan elajar telah tercapai. Untuk itu sebaiknya guru tidak menunggu hingga seluruh pelajaran selesai, dan memberikan kesempatan pada siswa sedini mungkin untuk memperhatikan hasil belajar mereka. Cara-cara yang dapat dilakukan dengan cara memberi tes, atau dengan mengamati perilaku siswa. Umpan balik, bila bersifat positif menjadi pertanda bagi siswa bahwa ia telah mencapai tujuan belajar dan dengan demikian harapan yang muncul pada permulaan tindakan belajar telah dipenuhi.
TEORI BELAJAR AUSUBEL
Pengertian Teori Belajar Ausubel
Ausubel adalah seorang ahli psikologi pendidikan. Dasar dari teori Ausubel tentang belajar ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang atau yang telah dimiliki seseorang.
Langkah-langkah dalam Teori Belajar Ausubel
Belajar bermakna akan terjadi bila informasi baru dapat dikaitkan pada konsep dan sumber yang telah ada dalam struktur kognitif siswa. Berlangsung atau tidaknya belajar bermakna tergantung pada struktur kognitif yang ada, serta kesiapan dan niat anak didik untuk belajar bermakna, dan kebermaknaan materi pelajaran secara potensial.
Untuk menerapkan teori ausubel dalam mengajar, guru perlu memperhatikan beberapa konsep dan prinsip-prinsip lain dalam yang perlu diperhatikan, antara lain: adanya pengatur awal pada awal pelajaran, dalam mengaitkan konsep-konsep adanya proses diferensiasi progresif dan rekonsiliasi integratif, dan belajar superordinat.
- Pengatur Awal
Pengatur awal mengarahkan para siswa kemateri yang akan mereka pelajari, dan menolong mereka untuk mengingat kembali informasi yang berhubungan yang dapat digunakan dalam membantu menenamkan pengetahuan baru. Suatu pengaturan awal dapat dianggap semacam pertolongan mental dan disajikan sebelum materi baru. Pengatur awal dapat meningkatkan pemahaman siswa tentang berbagai macam materi pelajaran. mengemukakan bahwa pengatur awal lebih berguna untuk mengajarkan isi pelajaran yang telah mempunyai struktur teratur yang mungkin tidak otomatis terlihat oleh siswa. Kozlow (1978) mengemukakan bahwa pengatur awal dapat kurang efektif untuk bidang studi sains, lebih efektif untuk konsep – konsep klasifikasional, dan lebihefektif di kelas – kelas yang lebih tinggi.
- Differensiasi Progresif
Diferensiasi prograsif merupakan proses penyusunan konsep, dimana dengan menggunakan strategi ini, guru mengajarkan konsep-konsep yang paling inklusif dahulu , kemudian konsep-konsep yang kurang inklusif, dan setelah itu baru mengajarkan hal-hal yang khusus, seperti contoh-contoh setiap konsep.
- Belajar Superordinat
Belajar supordinat terjadi, bila konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya dikenal sebagai unsur-unsur dari suatu konsep yang lebih luas, lebih inklusif. Sebagai contoh sebelum belajar bioligi anak menganggap buncir, wortel dan tomatadalah semua sayuran, tetapi setelah belajar mereka dapat membedakan tomat, buncis, dan wortel itu adalah jenis tanaman yang berbeda.
- Penyesuaian Integratif
Penyesuaian integratif yaitu penyesuaian untuk mengatasi atau mengurangi sedapat mungkin pertentangan kognitif. Untuk mencapai penyesuain integratif, materi pelajaran hendaknya disusun demikian rupa, hingga kita menggerakkan hirarki-hirarki konseptual ke atas dan kebawah selama informasi disajikan. Kita dapat memulai dari konsep yang paling umum, tetapi kita perlu memperhatikan bagaimana terkaitnya konsep-konsep subordinat, dan kemudian bergerak kembali melalui contoh-contoh ke arti-arti baru pada konsep-konsep yang lebih tinggi.
Mengatur untuk Tetap Membentuk Pengetahuan
Ausubel belum menyediakan suatu alat atau cara bagi para guru yang dapat dipergunakan untuk mengetahui apa yang telah diketahuipara siswa. Atas dasar gagasan Ausubel kemudian muncullah Novak dalam bukunya “Learning how to learn” mengemukakan bahwa hal itu dapat dilakukan dengan pertolongan peta konsep atau pemetaan konsep. Suatu peta konsep merupakan suatu gambaran yang menyatakan hubungan antara konsep-konsep dalam bentuk proposisi-proposisi untuk menolong guru mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki para siswa agar belajar bermakna dapat berlangsung untuk mengetahui penguasaan konsep-konsep para siswa, dan untuk menolong para siswa belajar. Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara mencatat pelajaran tanpa memperhatikan hubungan antara konsep-konsep.
Berhasil atau Tidaknya Pembelajaran
Untuk mengetahui apakah berhasil atau tidaknya pembelajaran dapat dilakukan dengan penerapan peta konsep sebagai alat evaluasi. Penggunaan peta konsep sebagai alat evaluasi dapat dilakukan dengan cara menugaskan anak didik untuk membuat peta konsep dari apa yang telah mereka pelajari. Dari peta konsep yang mereka buat maka kita dapat menilai apakah siswa tersebut berhasil atau gagal didalam memahami apa yang telah diajarkan kepadanya.
TEORI BELAJAR PIAGET
Pengertian Teori Belajar Piaget
Piaget berpendapat bahwa anak membangun sendiri pengetahuannya dari pengalamannya sendiri dengan lingkungan. Dalam pandangan Piaget, pengetahuan datang dari tindakan, perkembangan kognitif sebagian besar bergantung kepada seberapa jauh anak aktif memanipulasi dan aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai fasilitator dan buku sebagai pemberi informasi.
Teori perkembangan Piaget mewakili konstruktivisme, yang memandang perkembangan kognitif sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi mereka.
Teori Perkembangan Kognitif Piaget
Menurut Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang baru dilahirkan sampai menginjak usia dewasa mengalami empat tingkat perkembangan kognitif, yaitu :
- Sensori motor (usia 0 – 2 tahun)
- Pra operasional (usia 2 – 7 tahun)
- Operasional kongkrit (usia 7 – 11 tahun)
- Operasi formal (usia 11 tahun hingga dewasa)
Dalam perkembangan intelektual ada tiga aspek yang diteliti oleh piaget yaitu struktur, isi (contetent) dan fungsi.
Model Konstruktivis Dalam Belajar
Strategi mengajar yang cocok adalah :
1) Siapkanlah benda – benda nyata untuk digunakan para siswa
2) Pilihlah pendekatan yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak
3) Perkenalkan kegiatan yang layak, dan menarik, dan berilah para siswa kebebasan untuk menolak saran – saran guru
4) Tekankan penciptaan pertanyaan – pertanyaan dan masalah – masalah dan demikian pula pemecahan – pemecahannya
5) Anjurkan para siswa untuk saling berinteraksi
6) Hindari istilah – istilah teknis dan tekankan berpikir
7) Anjurkan siswa berpikir dengan cara mereka sendiri
8) Perkenalkan materi dan kegiatan yang sama setelah beberapa tahun
Siklus Belajar Menurut Piaget
Siklus belajar terdiri atas tiga fase yaitu fase eksplorasi, fase pengenalan konsep dan fase aplikasi konsep. Pada fase eksplorasi sisiwa belajar melalui aksi dan reaksi mereka sendiri dalam situasi baru. Pada fase pengenalan konsep, siswa diperkenalkan suatu konsep atau konsep – konsep yang ada hubungannya dengan fenomena yang diselidiki dan didiskusikan dalam konteks apa yang telah diamati selama fase eksplorasi. Fase aplikasi menyediakan kesempatan bagi siswa untuk menggunakan konsep – konsep yang telah diperkenalkan untuk menyelidiki sifat – sifat materi.
Tiga Macam Siklus Belajar
Lawson mengemukakan tiga macam siklus belajar yaitu deskriptif, empiris – induktif dan hipotesis – deduktif yang menunjukkan suatu kontinum dari sains deskriptif ke sains eksperimental. Dalam deskriptif para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus (eksplorasi). Dalam empiris – induktif para siswa menemukan dan memberikan suatu pola empiris dalam suatu konteks khusus tetapi mereka selanjutnya mengemukakan sebab – sebab yang mungkin terjadi. Dalam hipotesis – deduktif siswa diminta untuk merumuskan jawaban – jawaban yang mungkin terhadap pertanyaan – pertanyaan itu.
TEORI BELAJAR BRUNER
Teori Belajar Menurut Bruner
Jerome Bruner adalah seorang pengikut setia teori kognitif, khususnya dalam studi perkembangan fungsi kognitif, ia menandai perkembangan kognitif manusia sebagai berikut :
a. Perkembangan intelektual ditandai dengan adanya kemajuan dalam menghadapi suatu rangsangan.
b. Peningkatan pengetahuan tergantung pada perkembangan sistem penyimpanan informasi secara realis.
c. Perkembangan intelektual meliputi perkembangan kemempuan berbicara pada diri sendiri atau pada orang lain melalui kata – kata atau lambang tentang apa yang telah dilakukan dan apa yang akan dilakukan. Hal ini berhubungan dengan kepercayaan pada diri sendiri.
d. Interaksi secara sistematis antara pembimbing, guru atau orang tua dengan anak diperlukan bagi perkembangan kognitifnya.
e. Bahasa adalah kunci perkembangan kognitif, karena bahasa merupakan alat komunikasi antara manusia. Untuk memahami konsep – konsep yang ada diperlukan bahasa. Bahasa diperlukan untuk mengkomunikasikan suatu konsep kepada orang lain.
f. Perkembangan kongnitif ditandai dengan kecakapan untuk mengemukakan beberapa alternatif secara silmutan, memilih tindakan yang tepat, dapat memberikan perioritas yang berurutan dalam berbagai situasi.
Dalam memandang proses belajar, Bruner menekankan adanya pengaruh kebudayaan terhadap tingkah laku seseorang. Dengan teorinya yang disebut free discofery learning. Ia mengatakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh–contoh yang ia jumpai dalam kehidupannya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang terjadi melaui tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat lingkungan, yaitu :
1. Tahap enaktif, seseorang melakukan aktifitas–aktifitas dalam upayanya untuk memahami lingkungan sekitarnya. Artinya dalam memahami dunia sekitarnya anak menggunakan pengetahuan motorik. Mesalnya melalui gigitan, sentuhan, pegangan, dan sebagainya.
2. Tahap ikonik, seseorang memahami objek–objek atau dunianya melalui gambar– gambar atau visualisasi verbal. Maksudnya dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui bentuk perumpamaan (tampil) dan perbandingan (komparasi).
3. Tahap simbolik, seseorang telah mampu memiliki ide–ide atau gagasan–gagasan abstrak yang sangat dipengaruhi oleh kemampuannya dalam berbahasa dan logika. Dalam memahami dunia sekitarnya anak belajar melalui simbol–simbol bahasa, logika, matematika, dan sebagainya. Komunikasinya dilakukan dengan menggunakan banyak simbol. Semakin matang seseorang dalam proses berfikirnya, semakin dominan sistem simbolnya.
Menurut Bruner perkembangan kognitif seseorang dapat ditingkatkan dengan cara menyusun materi pelajaran dan menyajikannya sesuai dengan tahap perkembangan orang tersebut. Gagasannya mengenai kurikulum spiral yaitu suatu kurikulum yang disusun mulai dari suatu topik yang sederhana menuju ketopik yang makin kompleks. Anak mempelajari suatu topik yang sederhana, kembali ke topik itu pada tingkat yang lebih luas.
Demikian juga model pemahaman konsep dari Bruner menjelaskan bahwa pembentukan konsep dan pemahaman konsep merupakan dua kegiatan mengkatagori yang berbeda yang menuntut proses berfikir yang berbeda pula. Dalam pemahaman konsep, konsep–konsep sudah ada sebelumnya, sedangkan dalam pembentukan konsep adalah sebaliknya, yaitu tindakan untuk membentuk kategori – kategori baru. Jadi merupakan tindakan penemuan konsep.
Proses Pembelajaran Bruner
Kenaikan dari potensi intlektual menimbulkan harapan murid untuk sukses. Dengan perkembangan itu anak akan menjadi cakap dalam mengembangkan startegi di dalam mendekati lingkungan yang teratur ataupun yang tidak teratur. Dengan menekankan pada discovery murid akan belajar mengorganisasi problem – problem dari pada menghadapi problem – problem.
Menurut Bruner, dalam proses pembelajaran siswa menempuh tiga episode atau fase., yaitu ;
1 Fase informasi (tahap penerimaan materi)
2. Fase transformasi (tahap pengubahan materi)
3. Fase evaluasi (tahap penilaian materi)
Dalam fase informasi, seseorang siswa yang sedang belajar memperoleh sejumlah keterangan mengenai materi yang sedang dipelajari. Di antara informasi yang diperoleh itu ada yang sama sekali baru dan berdiri sendiri ada pula yang berfungsi menambah, memperhalus, dan memperdalam pengetahuan yang sebelumnya telah dimiliki.
Dalam fase transformasi, informasi yang telah diperoleh itu dianalisis, diubah atau ditransformasikan menjadi bentuk yang abstrak atau konseptual supaya kelak pada gilirannya dapat dimanfaatkan bagi hal–hal yang lebih luas.
Dalam fase evaluasi, seorang siswa akan menilai sendiri sampai sejauh manakah pengetahuan (informasi yang telah ditransformasikan tadi) dapat dimanfaatkan untuk memahami gejala–gejala lain atau memecahkan masalah yang di hadapi.
Kelebihan dari Cara Belajar Penemuan
Adapun beberapa kelebihan dari cara belajar penemuan adalah :
1. Hasilnya lebih berakar dan mengendap dari pada cara belajar yang lain.
2. Lebih mudah dan cepat, akan dapat dimanfaatkan dalam bidang studi yang lain atau dalam kehidupan sehari – hari (transfer belajar).
3. Berdaya guna untuk meningkatkan kemampuan siswa menalar dengan baik, sehingga mereka dapat menganalisis dan manipulasi informasi untuk memecahkan masalah.
Implementasi Teori Bruner dalam Pembelajaran Kimia
Pelaksanaan teori belajar Bruner dalam pembelajaran kimia bisa dilakukan dengan cara guru menyajikan suatu problem dan mendapingi siswa menemukan pemecahannya dengan mengajukan serentetan pertanyaan yang terarah. Sebagai contoh mengapa lilin yang menyala akan mati bila ditutup dengan gelas? Pertanyaan yang merangsang adalah: Gelas itu harus besar atau kecil? Apa yang terjadi bila gelas diberi lubang? Apa yang terjadi bila ¾ badan lilin direndam dengan air lalu ditutup dengan gelas?
Sehingga dari problem - problem tersebut, guru dapat mengarahkan siswa untuk melakukan hal – hal sebagai berikut :
1. Menimbulkan suatu perasaan ingin tahu di dalam dirinya.
2. Mulai menyelidiki problem itu secara individual.
3. Berusaha memecahkan problem dengan menggunakan pengetahuannya., melihat fenomena – fenomena, menghubung – hubungkan pengetahuan yang sebelumnya.
4. Menyatakan konsepnya atau prinsip – prinsip yang dapat menyelesaikan problem – problem tersebut.
Langganan:
Postingan (Atom)